Senin, 16 Januari 2017

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA


v  Teori Pemerolehan Bahasa Pertama
1.        Pendekatan Behavioristik
            Seorang behavioris memandang perilaku bahasa yang efektif sebagai wujud tanggapan yang tepat terhadap simuli. Jika sebuah respon tertentu dirangsang berulang-ulang, ia lantas menjadi kebiasaan, atau terkondisikan.
       B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Beliau menulis buku verbal Behavior (1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan.

ü  Gugatan terhadap Pendekatan Behavioristik
            Tak seorang pun menyepakati bahwa model perilaku verbal Skinner mampu memberikan penjelasan yang memadai tentang kapasitas untuk mempelajari bahasa, karena perkembangan bahasa itu sendiri, karena watak abstrak bahasa, atau karena teori makna.

2.        Pendekatan Nativis
            Pendekatan ini menyatakan bahwa pemerolehan bahasa sudah ditentukan dari sananya, bahwa kita lahir dengan kapasitas genetik yang mempengaruhi kemampuan kita memahami bahasa di sekitar kita, yang hasilnya adalah sebuah konstruksi sistem bahasa yang tertanam dalam diri kita.
            Menurut Chomsky, manusia secara genetik dilengkapi kemampuan yang memungkinkan mereka dapat menguasai bahasa, diumpakan dengan “kotak hitam kecil” di otak, yaitu sebuah perangkat pemerolehan bahasa atau language acquisition device (LAD).

ü  Gugatan terhadap Pendekatan Nativisme
            Aliran genaratif Chomsky ini digugat, karena asumsi yang mendasari tradisi ini adalah bahwa kaidah-kaidah generatif, atau “item-item” dalam suatu pengertian linguistic, tersambungkan berseri, dengan satu sambungan pada tiap-tiap pasangan neuron di otak.

3.        Pendekatan Fungsional
            Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia, dengan orang lain dan terhadap diri sendiri. Lebih lagi kaidah yang ditawarkan oleh kaum nativis bersifat abstrak, formal, eksplisit dan logis, meskipun kaidah itu lebih mengutamakan pada bentuk bahasa dan tidak pada tataran fungsional yang lebih dari makna yang dibentuk dari interaksi sosial.



·           Perkembangan kognisi dan bahasa
            Slobin (1971, 1986, 1997) menyatakan bahwa dalam semua bahasa, belajar makna bergantung pada perkembangan kognitif dan rangkaian perkembangannya lebih ditentukan oleh kompleksitas makna itu dari pada kompleksitas stuktural.
            Menurutnya ada 2 hal yang menentukan model :
1)        Pada tataran fungsional   : perkembangan didorong oleh pertumbuhan kapasitas konseptual dan komunikatif, bersama skema-skema bawaan kognisi
2)        Pada tataran formal          : perkembangan didorong oleh pertumbuhan kapasitas perseptual dan kapasitas pemrosesan informasi, beroperasi bersama skema bawaan tata bahasa.

·           Interaksi sosial dan perkembangan bahasa
            Dalam tahun terakhir, menjadi sangat jelas bahwa fungsi bahasa berkembang dengan baik di luar pikiran kognitif dan struktur memori. Di sini terlihat bahwa konstruktivis sosial menekankan  perspektif fungsional. Bahasa pada hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif. Oleh sebab itu kajian yang cocok untuk itu adalah kajian tentang fungsi komunikatif bahasa, fungsi komunikatif dan fungsi pragmatisnya dalam segala kemungkinannya.

v  Permasalahan Dalam Pemerolehan Bahasa Pertama
1)        Kompetensi dan Performa
            Kompetensi menunjukkan pada pengetahuan dasar seseorang tentang sistem, kejadian, atau fakta. Performa adalah manifestasi yang konkret yang bisa diamati, atau realisasi atas kompetensi.
2)        Pemahaman dan Produksi
            Pemahaman dan produksi merupakan aspek-aspek dari performa maupun kompetensi. Akan tetapi pemahaman dan produksi lebih mudah untuk diamati.
3)        Bawaan atau Pengasuhan?
            Kaum nativis berpandangan bahwa seorang anak dilahirkan dengan pengetahuan bawaan kebahasaan yang sering disebut (LAD) atau (UG) bersifat universal pada setiap manusia. Behavioristik berpendapat bahwa bahasa adalah seperangkat kebiasaan yang bisa diperoleh melalui pengondisian.
4)        Universal
            Bahasa diperoleh secara universal dengan cara yang sama, dan bahwa struktur dalam bahasa, di tataran terdalamnya, boleh jadi sama untuk semua bahasa.
5)        Sistematisitas dan Variabilitas
            Salah satu asumsi dari banyak penelitian mutakhir tentang bahasa anak-anak adalah sistematisitas proses pemerolehan. Namun, di tengah-tengah sistematis ini, ada banyak variabilitas dalam proses pembelajaran. Maka salah satu problem utama penelitian mutakhir adalah menjelaskan secara cermat semua variabilitas ini. Untuk memutuskan apakah sesuatu yang dalam sudut pandang sekarang merupakan variabel suatu hari nanti bisa dipandang sistematis melalui penjelasan tersebut.
6)        Bahasa dan Pemikiran
            Bahasa adalah cara hidup, fondasi keberadaan kita, dan berinteraksi sekaligus dengan pemikiran dan perasaan. Permasalahan yang diperdebatkan dalam pemerolehan bahasa anak-anak adalah menentukan bagaimana pemikiran mempengaruhi bahasa, bagaimana bahasa mempengaruhi pemikiran, dan bagaimana para linguis mendeskripsikan sebaik mungkin dan menjelaskan interaksi keduanya.  

7)        Peniruan
            Peniruan adalah salah satu strategi penting yang dipakai anak dalam pemerolehan bahasa. Sebuah penelitian membuktikan bahwa menirukan berulang-ulang adalah strategi sangat penting dalam pembelajaran bahasa dan merupakan aspek penting penguasaan fonologis usia dini.
8)        Latihan dan frekuensi
            Lazim dalam setiap penelitian untuk menyimpulkan bahwa anak-anak ”berlatih” bahasa terus-menerus, terutama dalam tahap awal ketika mereka mengeluarkan ujaran satu-dua kata. Brown dan Hanlon (1970), menyatakan bahwa dengan memperhatikan frekuensi munculnya item-item linguistik tertentu dalam pembicaran para ibu, maka kita akan dapat memperkirakan urutan munculnya item-item dalam wicara anak-anak mereka.
9)        Masukan
            Masukan orang dewasa membentuk pemerolehan anak-anak dan pola-pola interaksi antara anak dan orang tua berubah mengikuti peningkatan keterampilan berbahasa si anak.
10)    Wacana
            Subbidang penelitian yang memperoleh perhatian dari semakin banyak penelitian bahasa anak, khususnya dalam era penelitian konstruktivis sosial, adalah wilayah analisis percakap atau wacana.

v  Wawasan Pemerolehan Bahasa Pertama
            Wawasan pemerolehan bahasa pertama diterapkan dalam pengajaran bahasa. Hal yang penting dalam pembelajaran bahasa adalah :
a.         Persoalan mengubah persepsi menjadi konsepsi
b.        Anak-anak memakai bahasa untuk menampilkan konsepsi mereka
c.         Bahasa adalah  sarana berfikir, sarana untuk menghadirkan dunia kepada diri sendiri.


PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DAN BERCAKAP

  Latar Belakang
         Bahasa adalah alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan. Pembelajaran bahasa yang meliputi empat keterampilan yaitu: mendengar, berbicara, membaca, dan menulis, merupakan  keterampilan pokok yang dapat menunjang seseorang dalam berbagai sektor kehidupan. Dalam pembelajaran bahasa, peserta didik diharuskan memiliki keterampilan berbicara yang pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain[1]. Maka demi terciptanya komunikasi yang baik dalam lingkungan sekolah, sosial, dan lain-lain, dalam pembelajaran bahasa terutama Bahasa Arab, guru memberikan teknik-teknik untuk pembelajaran keterampilan berbicara. Sehingga setidaknya, dengan teknik-teknik pembelajaran yang diberikan guru tersebut, peserta didik dapat menerapkan keterampilan tersebut dalam ruang lingkup kecil seperti kelas contohnya.

A.           Urgensi Pembelajaran Berbicara (Maharah al-Kalam)
Manusia adalah makhluk sosial, tindakannya yang pertama dan paling penting dalam tindakan sosial adalah berkomunikasi. Komunikasi merupakan media untuk mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan, atau saling mengekspresikan serta menyetujui suatu pendirian atau keyakinan.
Maharah al-Kalam secara bahasa sepadan dengan istilah speaking skill dalam bahasa Inggris yang bisa diartikan sebagai keterampilan berbicara. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Selain itu juga, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.
Oleh karena itu, keterampilan berbicara (Maharah al-Kalam) adalah kemampuan seseorang untuk mengucapkan artikulasi bunyi-bunyi Arab (ashwath ‘arabiyyah) atau kata-kata dengan aturan-aturan kebahasaan (qawa’id nahwiyyah wa sharfiyyah) tertentu untuk menyampaikan ide-ide dan perasaan. Karena itu pengajaran bahasa Arab bagi non-Arab pada tahap awal bertujuan, antara lain, agar siswa dapat mengucapkan bunyi-bunyi Arab dengan benar (khususnya yang tidak ada padanannya pada bahasa lain) dan dengan intonasi yang tepat, bisa melafalkan bunyi-bunyi huruf yang berdekatan, bisa membedakan pengucapan harakat panjang dan pendek, mampu mengungkapkan ide dengan kalimat lengkap dalam berbagai kondisi, mampu berbicara dengan kalimat sederhana dengan nada dan intonasi yang sesuai, bisa berbicara dalam situasi formal dengan rangkaian kalimat yang sederhana dan pendek, serta mampu berbicara dengan lancar seputar topik-topik yang umum[2].
Adapun beberapa prinsip umum atau faktor yang mendasari kegiatan berbicara[3], antara lain:
a)      Membutuhkan paling sedikit dua orang, seorang pembicara dan pendengar.
b)      Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama.
c)      Adanya penerimaan atau pengakuan atas suatu wilayah referensi umum.
d)      Merupakan suatu pertukaran antara pertisipan.
e)       Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera.
f)       Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
g)        Melibatkan organ atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/ bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and auditory appartus).
h)      Tidak pandang bulu menghadapi dan memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil dalam pelambangan dengan bunyi.

            Seseorang berbicara karena adanya dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan atau untuk mengungkapkan apa yang ada dalam dirinya kepada orang lain. Maka untuk itu, seseorang harus memiliki empat kompetensi dasar[4] berikut:
1)      Kompetensi gramatikal atau kompetensi linguistik.
2)      Kompetensi sosiolinguistik.
3)      Kompetensi wacana.
4)      Kompetensi strategi.

B.                Hakikat Bercakap
            Bercakap merupakan suatu bentuk komunikasi lisan antara satu dengan yang lain. Dalam suatu percakapan dimungkinkan adanya unsur dialog, tanya jawab atau pemberian informasi. Pengertahuan yang kita miliki dapat diperkuat melalui bercakap. Pada saat bercakap kita belajar bagaimana bahasa digunakan untuk menyimpulkan pesan.
Bercakap adalah bagian dari kecakapan bahasa yang bersifat eksperesif karena kita diminta untuk menggunakan simbol-simbol bahasa dalam berkomunikasi.

C.      Tujuan Pembelajaran Bercakap
1.      Mengawali Percakapan
2.      Menumbuhkembangkan perbendaharaan kebahasaan
3.      Mendayagunakan pengetahuan kebahasaannya ( kosakata dan struktur )
4.       Bersikap kreatif dan inovatif dalam memilih respon yang sesuai konteks lingkungannya
5.      Memahami konsep – konsep komunikasi dan menerapkannya secara efektif dengan penutur asli bahasa Arab
6.      Memahami aspek-aspek psikologis percakapan

D.                    Perbedaan Bercakap dengan Tanya-Jawab
Di bawah ini adalah perbedaan bercakap dan tanya jawab, yaitu:[5]

Bercakap
Tanya-jawab
·         Topik tidak terbatas

·         Banyak sekali alternatif bentuk bahasa yang dapat digunakan sehingga tidak dapat diramalkan sebelumnya
·         Unsur-unsur paralinguistik (misalnya. Mimik, gestur) kadang dianggap cukup untuk memahami makna
·          Siswa mempelajari bentuk-bentuk bahasa dalam konteks
·         Siswa mencontoh bagaimana guru menggunakan bahasa dalam berbagai aspeknya yang meliputi: tekanan, intonasi, jeda, dan kecepatan normal.
·         Topik terbatas (misalkan. Mengenai isi bacaan)
·         Bentuk bahasa yang digunakan hampir selalu sama

·         Makna disampaikan melalui bentuk verbal bahasa

·         Bentuk bahasa yang digunakan sering terlepas dari konteks

·         Kurang memperdulikan aspek-aspek suprasegmental bahasa



E.     Langkah-Langkah Pembelajaran Keterampilan Bercakap
v  Mula – mula, Diberikan pengantar atau ilustrasi singkat mengenai mengenai topik yang akan didialogkan dengan mengajukan beberapa pertanyaan relevan dengan topik. Pengantar ini diikuti dengan langkah-langkah berikut.
vPertama, Siswa mendengarkan materi hiwar melalui taape recorder dengan penuh perhatian; sementara itu buku mereka ditutup, agar perhatian mereka sepenuhnya terkonsentrasi pada bunyi dialog yang didengarkan.
v Kedua, Pengulangan istima’ (mendengarkan) sambil memahami isi hiwar dengan melihat gambar yang tertera dalam buku. Tulisan hiwar dalam hal ini masih belum boleh dilihat.
v Ketiga, Pengulangan mendengar dengan dibarengi peniruan secara kolektif (bersama-sama).
vKeempat, pengulangan mendengarkan sekali lagi dengan diikuti peniruan secara berkelompok tertentu lalu secara individual.
vKelima, Pembacan teks hiwar (buku dibuka) oleh semua siswa, kelompok atau oleh individu-individu.
vKeenam, Sebagian siswa secara berpasang-pasangan diminta untuk melakukan dramatisasi dan bermain peranan sesuai dengan teks hiwar.
vSetelah isi hiwar dipahami, barulah ditindaklanjuti dengan bahasan berikutnya; tadribat, qawaid, qira’ah, insya’, dan sebagainya.[6]

F.    Pendekatan Dalam Pembelajaran Keterampilan Bercakap
            Macam-Macam Pendekatan Berikut adalah paparan tentang macam-macam  pendekatan, diantaranya adalah :
a.    Pendekatan Humanistik (Humanistic Approach) Pendekatan ini memberi tempat yang utama pada peserta didik karena mereka adalah subjek utama dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini berasumsi bahwa peserta didik memiliki potensi, kekuatan, dan kemampuan untuk berkembang serta memiliki kebutuhan emosional, spiritual, dan intelektual yang harus diperhatikan. Penyampaian materi tidak dijadikan sebagai suatu yang menekan, membebani, melainkan bagaimana penguasaan bahasa menjadi kebutuhan peserta didik sebagaimana kebutuhan lainnya. Langkah pertama untuk merealisasikan tujuan hal itu adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bercakap tentang diri dan perasaannya serta bergantian mengungkapkan berbagai hal mengenai diri mereka. Proses ini bisa memenuhi kebutuhan pembelajar untuk aktualisasi diri.
b.      Pendekatan Teknik (Media-Based Approach) Pendekatan yang didasarkan pada pemanfaatan media pembelajaran dan teknik-teknik pendidikan. Pendekatan ini berpendapat bahwa media dan teknik pembelajaran sangat berperan dalam menyampaikan pengalaman belajar serta bisa mengubah pengalaman belajar menjadi pengalaman yang nyata (terindra). Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan cara untuk menjelaskan materi – materi dengan menggunakan gambar-gambar, peta, lukisan, menghadirkan contoh yang nyata, kartun dan lain sebagainya yang sekiranya dapat membantu memahamkan siswa tentang pesan-pesan kata bahasa asing.
c.       Pendekatan Mendengar-Mengucapkan (Aural Oral Approach) Pendekatan ini mengandaikan bahwa bahasa adalah apa yang didengar dan diucapkan, bukan simbol. Sedangkan tulisan hanyalah representasi dari ujaran. Dari asumsi ini dapat dikatakan bahwa bahasa adalah ujaran. Pembelajaran bahasa harus dimulai dengan mendengarkan bunyi-bunyi bahasa yang berbentuk kata dan kalimat. Jadi pendidik meminta peserta didiknya menirukan pelafalan kata/kalimat untuk dihafal, sebelum membaca dan menulis diajarkan. Asumsi lain dari pendekatan ini bahwa bahasa adalah kebiasaan. Suatu prilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Arab dengan pendekatan aural oral approach ini menuntut adanya kegiatan pembelajaran bahasa yang dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi.
d.      Pendekatan Komunikatif (Communicative approach) Pendekatan yang menitikberatkan pengajaran bahasa secara konunikatif artinya pengajaran yang dilandasi oleh teori komunikatif atau fungsi bahasa. Tujuan pengajaran bahasa dalam pendekatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan komunikatif serta prosedur pengajaran ketrampilan berbahasa yang saling memiliki ketergantungan antara bahasa dan komunikasi. Menurut Hymes, terdapat empat faktor yang menjadi pembangun dan menjadi ciri penanda kompetensi komunikatif ini, yaitu kegramatikalan (penguasaan tata bahasa secara baik), keberterimaan (saling dapat dipahami dan memahami), ketepatan (konteks dengan situasi yang berkembang), dan keterlaksanaan (praktik yang dilakukan secara terus-menerus). Tujuan pengajaran bahasa adalah untuk menolong pembelajar mencapai kemampuan komunikatif.





DAFTAR PUSTAKA

Fachrurrozi, Aziz dan Erta Mahyuddin. 2011. Teknik Pembelajaran Bahasa Arab. Tangerang.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung.






[1] Prof. Dr. Iskandarwassid, M.Pd. dan Dr. H. Dadang Sunendar, M.Hum. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung. Tahun: 2008. Hal: 241
[2] Prof. Dr. H. Aziz Fachrurrozi, MA dan Erta Mahyuddin, Lc., S.S., M.Pd.I. Teknik Pembelajaran Bahasa Arab. Tangerang. Tahun: 2011.  Hal: 129.
[3] Ibid. 130.
[4] Ibid. 130.                                                                               
[5] Ibid. 133
[6] Ibid. 143.